Langsung ke konten utama

Api dan Organisasi


Hai.
Apa kabar? Sehat terus ya, harus!

Selamat datang buat kamu yang baru pertama kali baca tulisan aku. Dan, buat kamu yang udah pernah baca tulisanku yang lain, yaaap balik lagi di ruang penuh kata yang tak pernah terbaca, di Hafidhoh Asna’s blog.

Kali ini aku mau nulis tentang suatu hal yang aku alami sejak bertahun-tahun lalu, sejak aku kelas 1 SMA sampai sekarang udah kuliah semester 3 akhir. Yakni tentang problematika organisasi, esensinya dan dampaknya jika kita benar-benar masuk ke organisasi tersebut.

Menulis ini, aku bukanlah seseorang yang jago banget berorganisasi, bukan orang yang selalu sibuk tentang program-program kerja di organisasi dan bukan juga orang yang terlalu penting dalam sebuah organisasi. Sebenernya kata penting perlu digaris bawahi, sih, karena pada dasarnya semua pengurus punya peran yang signifikan dalam sebuah organisasi yang dia jalani.

Jujur, sebenernya aku udah terlalu capek sama organisasi, terlalu muak dan terlalu malas untuk mengerjakan sebuah program kerja yang “hanya orang-orang itu” yang mengerjakan.
Riwayat organisasi aku selama sekolah terbilang cukup banyak, tapi tidak semuanya bisa aku kuasai, karena dulu aku terlalu muluk-muluk untuk mem-push kemampuan aku dalam berorganisasi.

Tidak terlalu perlu untuk diketahui, aku itu tipikal orang yang individual, tidak suka aturan, dan tidak terlalu puas dengan kerjaan orang lain yang mengerjakan suatu hal yang menyangkut tentang urusanku.

Karena itulah aku ikut organisasi, aku ingin menghilangkan sifat “buruk” aku itu. aku ingin bisa bekerja sama dengan orang lain, ingin belajar mengatur waktu dan bisa taat pada aturan yang sudah dibuat.

Pernah ga si kamu ikut organisasi tapi cuma orang itu-itu aja yang kerja? Cuma orang-orang itu aja yang sibuk? Pernah? Sama. Bahkan setiap organisasi yang aku ikuti, selalu begitu.

Setiap ada program kerja atau event yang jatuh tanggal untuk direalisasikan, hanya orang-orang itu yang dateng rapat, hanya orang-orang itu yang berpendapat, hanya orang-orang itu yang menganggapnya sebagai tanggung jawab. Yang lainnya? Cuma bodo amat dan ikut alur. I mean, kenapa lu ikut organisasi kalo cuma jadi ampas aja?

Organisasi itu sebuah satu kesatuan, yang terdiri atas pengurus inti dan pengurus harian pada setiap bidang. Mereka saling melengkapi dan bertukar pikiran untuk membantu menuju tujuan bersama.

Itu yang selalu aku rasain saat SMA dulu, selalu terjadi setiap periodenya. Menurut aku, dalam organisasi kuantitas itu tidak terlalu penting, yang penting itu kualitas. Buat apa anggota banyak tapi cuma jadi kayu bakar yang tidak menyala. Organisasi mau dipimpin orang kayak Fathur atau bahkan Mahatma Gandhi pun ngga akan jalan kalau anggotanya ecek-ecek dan ngga punya tanggung jawab.

Organisasi juga ngga akan ada esensinya kalo banyak program kerja yang tidak terlaksana, ngga akan buat dampak dan pembelajaran apa-apa. Padahal, tujuan seseorang ikut organisasi itu untuk belajar me-manage dan bekerja sama serta bersosial, mempersiapkan saat kita akan terjun ke kehidupan yang lebih luas lagi.

Sedangkan masalah yang aku hadapi sekarang, aku berada pada suatu organisasi yang kurang akan kuantitas dan kualitas. Berada pada organisasi yang aturannya, “kamu harus masuk organisasi ini atau nilai kamu akan dikurangi,”. Yap, jadi tiap orang yang masuk di organisasi ini kebanyakan atas keterpaksaan karena kurangnya kuantitas tersebut. Harus bekerja sama dengan orang yang bodo amat dan ikut opo jare. Sangat sadar si, jika ada rapat atau program kerja yang harus di realisasikan pasti banyak yang males dan tidak peduli, karena memang masuknya udah terpaksa, dan aku memaklumi keadaanku sekarang.

Tapi, kualitas juga bisa dibentuk jika setiap orang bisa menghilangkan keterpaksaan mereka dan mulai sadar akan “aku butuh ini, aku perlu ini, aku harus belajar dari ini, siapa tahu suatu saat akan berguna untukku,”. Bisa? Sangat bisa sekali, jika kita sadar akan dampak dan pelajaran pada setiap kegiatan yang dilakukan. Sadar jika tidak selamanya kita akan hidup sendiri atau dengan orang yang sama, maka dari organisasi itu lah kita belajar untuk menjadi orang yang bisa bekerja sama dan bersosial walau dari lingkup yang kecil kecil.

Tahu, nggak? Api unggun yang menyala terang itu berawal dari api-api kecil yang menjadi satu.

Siapa api-api kecil itu? Tanggung jawab dari diri kita sendiri.

Jika semua orang bertanggung jawab dan sadar, aku yakin, api unggun organisasi yang terang itu akan menyala dengan indah dan akan bermanfaat untuk yang membutuhkan kehangatan dan penerangan:)

Jika diri sendiri tidak bisa bertanggung jawab, kita hanya akan menjadi sebuah ranting yang tidak menyala.

Yuk, jadi salah satu api kecil itu.



- Hafidoh.

Komentar

Boleh Singgah

“SISA NAFAS”

-Sudut Pandang Aku, Pemeran Utama Pelaku Utama- Suara ayunan yang berdecit semakin menambah suasana sendu di taman ini, satu-satunya ayunan yang berpenghuni diantara ayunan-ayunan yang lain. Taman yang sepi dan matahari yang sudah dipenghujung barat tak membuatku untuk beranjak dan pulang. Kilauan mataku yang berbinar sudah dari tadi meredup, tergantikan oleh cairan bening yang mengalir membasahi kedua pipiku. Suatu penyesalan yang muncul dalam benakku, sehingga membuatku terdiam melamun memikirkan suatu hal, hal yang bisa membuat orang yang ku kasihi tak menyayangiku lagi. “Aku merindukanmu, kak. Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu seperti dulu? Yang selalu ada untuk membuatku tertawa. Andai aku bisa mengatakan, pasti akan kukatakan dari dulu, tapi aku tak mau membuatmu cemas.” Lirihku disela kesenduanku. “Tiara!” Aku tersentak kaget ketika sebuah suara yang amat keras memanggil namaku dari belakang ayunan yang aku duduki, aku menoleh kaget ketika seorang pemuda sudah be...

Ramadhan, Lebaran, Juga Nastar yang Tak Sama.

“Halo?” Beberapa tahun belakangan, dua puluh hari pertama Ramadhan aku makan sahur ramai-ramai sama teman, Bay. Terus sepuluh hari berikutnya, sambil nonton ceramah da’i yang lagi ikut lomba di TV sama keluarga aku, makannya juga sambil ngantuk-ngantuk, soalnya kalau di rumah itu kasurnya punya daya tarik berkali-kali lipat dari tempat manapun. Habis sahur terus salat jamaah subuh diimamin Abah aku di musala rumah, terus aku sama adik pasti lanjut tidur sampai siang. “Kamu lagi apa, Bay? Udah buka puasa?” “Disini maghribnya kurang 13 menit lagi,” “Di Malang udah dari 10 menit yang lalu, ini aku lagi buka,” Yang jadi favorit saat buka puasa itu takjil bikinan Ibu aku, tiap hari ganti-ganti terus, kadang es degan ditambah susu, kadang es teler, es buah, kolak pisang, tapi yang paling favorit aku tetep es degan, sih. Soalnya degannya dari pohon samping rumah, yang manjat Abah aku, dulu di rumah ada dua pohon kelapa, sekarang cuma sisa satu. Puas banget balas dendam pas buk...

Ketika Jatuh Cinta, Namun Tak Lagi Untukku.

Di sebuah platform sosial mediaku, 2 hari lalu aku mendapat sebuah shoutout anonym , yang pertanyaannya kurang lebih begini, “Jika kamu menyayangi seseorang bahkan tidak bisa berhenti peduli padanya, sedangkan orang itu justru menyayangi 2 perempuan atau lebih dalam hidupnya, kamu akan apa di posisi itu?” Aku berpikir sejenak, menarik napasku berat sebelum menjawab shoutout tersebut, ingatankan berputar pada kisahku dua tahun ke belakang—hingga saat ini, karena saat ini pun aku juga berada dalam posisi serupa. Lucunya, dengan orang yang berbeda. Dua tahun lalu, aku memulai hubungan dengan salah satu partner kerjaku, proses pdkt kami tidak lama, namun aku lupa sejak kapan aku mulai benar-benar menyayanginya, karena yang aku tau, rasa itu hadir karena setiap harinya dia selalu berusaha untuk menumbuhkan rasa sayangku padanya, “ Aku bakal bikin kamu juga sayang sama aku, kek aku yang sayang kamu, ” ucapnya dari seberang telpon sana, iya, kami long distance relationship . Sebenarnya a...