Di sebuah platform sosial mediaku, 2 hari lalu aku mendapat sebuah shoutout anonym, yang pertanyaannya kurang lebih begini, “Jika kamu menyayangi seseorang bahkan tidak bisa berhenti peduli padanya, sedangkan orang itu justru menyayangi 2 perempuan atau lebih dalam hidupnya, kamu akan apa di posisi itu?”
Aku
berpikir sejenak, menarik napasku berat sebelum menjawab shoutout tersebut,
ingatankan berputar pada kisahku dua tahun ke belakang—hingga saat ini, karena
saat ini pun aku juga berada dalam posisi serupa. Lucunya, dengan orang yang
berbeda.
Dua
tahun lalu, aku memulai hubungan dengan salah satu partner kerjaku, proses pdkt
kami tidak lama, namun aku lupa sejak kapan aku mulai benar-benar
menyayanginya, karena yang aku tau, rasa itu hadir karena setiap harinya dia selalu
berusaha untuk menumbuhkan rasa sayangku padanya, “Aku bakal bikin kamu juga sayang
sama aku, kek aku yang sayang kamu,” ucapnya dari seberang telpon sana, iya,
kami long distance relationship. Sebenarnya aku
tidak yakin untuk berpacaran dengannya, apalagi aku adalah orang yang tidak
bisa LDR, manusia physical touch banget akuniii, haha.
Tapi
dia selalu meyakinkanku, “Gapapa sekarang LDR dulu, 2 tahun lagi kita akan serumah,
kau bisa memelukku kapanpun kau mau,” aku hanya tersenyum mendengar
ucapannya, namun pastinya juga ku aamiin-kan. Kami selalu menyempatkan waktu
bertemu setiap bulannya, aku yang kesana, atau dia yang kesini, pertemuan
selama 2 hari setiap bulannya terasa amat singkat, tiba-tiba udah nganter ke
stasiun lagi, tiba-tiba udah menangis sambil melihat dia yang semakin jauh
karena dibawa kereta, ah sendiri lagi.
“Sayang,
terimakasih ya, padahal baru banget kangen-kangenan, sekarang udah kangen lagi,
semoga bulan depan kita bisa ketemu lagi, ya, kamu jaga diri baik-baik, salam
buat Abah sama Ibu, terimakasih udah selalu nerima aku di rumah, kamu hati-hati
pulangnya, makasi udah nganterin aku ke stasiun, kalau udah sampe rumah temenin
aku telpon di kereta yaa, jangan nangis lagi, I love you,”
Aku mengusap air mataku setelah membaca sebuah chat darinya, padahal belum ada
5 menit kereta pergi, aku sudah serindu ini padanya.
Hubungan
kami amat sangat baik selama 7 bulan LDR, tidak ada pertengkaran, tidak ada
overthinking, tidak ada ke-egoisan-an dari masing-masing, karena setiap
harinya, yang ada hanyalah saling memberi cinta. Ah, kisah cinta pertamaku
ternyata seindah ini, ya.
Namun
ternyata, suatu malam aku menyadari, cintanya tak satu-satunya untukku, aku
mengetahui sebuah fakta bahwa selama kami LDR, ternyata dia juga membagikan
perhatiannya pada -banyak- perempuan lain, HTS-an-nya, disebutnya, salah
satunya ada mantannya juga. Pertama kalinya dalam hidupku aku menangis sampai
kepalaku terasa sangat berat, feeling betrayed. Aku sakit waktu itu.
Dalam
pikiranku, aku harus meninggalkannya, aku harus menyudahi hubungan yang di
dalamnya bukan hanya aku satu-satunya perempuan yang ia sayangi. Aku merasa
hubungan ini tidak adil, ketika menempatkannya sebagai satu-satunya laki-laki
di hatiku, namun dia tak melakukan hal yang sama. Bodohnya itu hanya di
pikiranku saja, tetapi di hatiku, aku masih ingin bersamanya, aku
menyayanginya, banyak gambaran masa depan yang sudah kami rencanakan bersama. Aku
memilih untuk memaafkan dan memulai hubungan kami dari awal lagi, berdamai
dengan hatiku yang sempat retak karenanya, dan aku juga ingin dia yang
memulihkannya. Cewe gila.
Aku
memutuskan untuk pindah kota karena permintaannya juga, agar lebih dekat
dengannya, tidak LDR. Aku pikir, dengan kami lebih dekat, bisa menjadikan aku yang
satu-satunya, ternyata itu hanya pikiran konyolku, habit is habit. Berulangkali
dia melakukan kesalahan yang sama. Kami selesai. Setelah satu tahun aku mencoba
memakluminya, ternyata kesalahan seperti itu tidak bisa ditoleransi dalam
sebuah hubungan. Bahkan semakin parah. Aku kesakitan karena cintaku yang
besar-besaran.
Hampir
satu tahun setelah berpisah, aku juga tak kunjung pulih, sulit untukku memulai
hubungan baru saat aku masih terluka seperti ini, banyak sekali ketakutan-ketakukanku,
aku takut diduakan, aku takut tak disetarakan. Life after breakup yang tak
ingin kuulangi lagi.
Namun
sayangnya, hal yang tak ingin kuulangi itu terulang lagi, sekarang.
Aku
dibuat jatuh cinta lagi oleh seseorang, yang kukira dia adalah obat, ternyata malah
menjadikan kesakitanku semakin hebat.
Karena
yang ku tahu sekarang, selama 4 tahun dia berusaha mendekatiku, ternyata hanya
sebatas penasaran. Atau kagum? Entah, yang ku tahu dia tidak menyayangiku
apalagi mencintaiku seperti yang ku kira di awal.
Dibilang
sayang? Benar, aku sudah menyayanginya, malah sayang banget sebenernya, bahkan
rasa sayangku pada masalaluku sudah habis, dan tergantikan olehnya, aku tidak
begitu tau rasa itu tumbuh darimana, atau entah karena dia juga memupuknya tiap
hari? Entahlah. Bagiku dia begitu mengagumkan, entah karena isi kepalanya, cara
bicaranya, entah karena se-passionate apa saat dia bekerja dan mendalami
hal yang dia penasari, atau entah dari sisi apa, karena bagiku, aku menemukan
hal baru yang tak kutemui dari orang-orang sebelumnya. Juga banyak kesamaan-kesamaan
receh antara kami. Sama-sama suka pare, contohnya.
Semakin
hari rasa sayangku semakin besar, karena semakin aku tau bagian lemahnya dia,
bagian sepinya, bagian sedihnya, bagian kurangnya, bagian susahnya, bagian struggle-nya,
aku semakin menyayanginya. Tapi kurasa, pernyataan teman-temanku susah ku
terima saat aku juga tau, bahwa di hatinya, masih ada orang lain. Iya, ada
orang lain, atau bahkan -banyak- mungkin? Aku tidak tau. Aku juga tidak tau aku
termasuk diantaranya atau malah tidak ada sama sekali.
Mau
aku punya kacamata yang berbeda sama kebanyakan orang tentangnya, ya yang makin
ditunjukin semesta emang sisi buruknya, yang semakin hari semakin bikin sakit.
Mungkin
dia tidak pernah merasa atau berniat membuat sakit hati orang lain, tapi dia
emang gak sadar kalo sikap dia itu nyakitin orang lain. Aku gak tau ya apa yang
dia rasa sebenernya sejak tahun 2020 mendekatiku. Tapi terimakasih buat banyak
perhatian dan rasa pedulinya selama dia dekat denganku.
Sebenernya
saat itu aku juga langsung tau dia punya hubungan lain, tapi ketika aku crosscheck
ke orangnya langsung, dia tidak mengakui itu, dia tidak terbuka padaku. Aku gak
tau, kenapa sengaja ditutupi? Bagian mana yang mau kamu jaga dari perasaanku? Tapi
yang ku tahu, dia cuma berusaha menjaga second choice nya aja, sih. Aku, tepatnya. Sampai
akhirnya untuk kedua kalinya aku mengetahui bahwa dia tetap membuatku sakit
karena sikapnya itu. Sayangnya, di titik itu aku belum sepenuhnya ikhlas walau
aku memilih mundur. Rasa sayangku masih ada, masih besar bahkan. Jadi kubiarkan,
ku tunggu sampai benar-benar aku capek dan tau waktunya berhenti. Karena semakin
sengaja aku menghilangkan dia dari hidupku, semakin aku ingin mencarinya lagi,
jadi yasudah, kubiarkan dia tetap berlalu lalang. Aku memilih untuk
menghabiskan rasa sayangku, sekalian, biar dia juga tau, se-cegil apa aku,
bodoamat dia mau ilfeel, toh tetap bukan aku akhirnya yang dia pilih. Jadi kuanggap
impas.
Sebenarnya
udah kena semprot dan tamparan dari
semua teman-teman dekatku, karena mereka sayang banget sama aku. Mereka kesal,
marah, jengkel, karena menurut mereka ngapain masih berharap ke orang yang sudah tidak mengharapkanmu? Tapi ya emang sengaja, aku pengen ngehabisin rasa sayangku, aku mau berhenti
tapi belum bisa.
Namun
tetap, aku gak mau ada di porsi jadi opsi, second choice, backburner
atau apalah itu. Jadi yaaa, pas aku pastiin perasaanku sudah habis, aku baru
bisa pergi.
Mau
dibilang cegil karena aku aries, bisa iya. Tapi kayaknya karena aku tipe
manusia ambis, deh. Opsi di hidupku itu kalau gak ditotalitasin ya tidak sama
sekali, jadi all in or nothing. Aku bukan orang yang setengah-setengah. Kalau
sayang ya sayang yang sebesar-besarnya sampai selesai, dan kalau ngebenci juga
sampai ke akar-akarnya sampai tidak ada rasa dendam, tidak peduli sekalian.
Sebenarnya
juga tidak salah kalau di hatinya tidak ada aku, dan aku juga tidak
mempermasalahkan jika tidak dipilihnya. Tapiii, kenapa kok gak jujur dari awal
kalau tidak setertarik itu? Kenapa harus seolah-olah menginginkanku di awal? Minimal
jangan jadikan aku opsi yang bisa dipilih sewaktu-waktu, karena sekali lagi,
aku tidak suka diduakan.
Karena
aku pun juga pernah di posisi yang sama, pernah disukai orang lain, tapi mau
sekeras apapun dia memberi perhatian, kalau bukan dia yang ku mau, ya susah. Tapi
setidaknya aku sudah terbuka bahwa aku tidak mau dengannya, jadi jangan
menungguku. Aku tidak mau waktumu terbuang sia-sia.
Kadang
aku mikir, kenapa harus aku yang disakiti? Kenapa harus aku yang dijadikan opsi?
Tapi daripada menanyakan kenapa harus aku, pikirku semua bisa punya peluang
yang sama seperti yang dia lakukan. Dan sekarang aku mikirnya, andai dulu di
awal aku gak terlalu nunjukin rasa sukaku, andai aku gak terlalu gegabah
besarin harapanku padanya, dan andai juga aku tidak terlalu mencintai bagian
kurangnya. Ah. Mungkin aku tidak sesakit ini, sendirian.
Mungkin
alasan dia meninggalkanku karena katanya hidup tidak melulu tentang cinta? Tidak,
hidup harus berdampingan dengan cinta, Mas. Kau membutuhkan cinta di hidupmu,
dan tergantung dimana kamu meletakkan cinta itu. Mungkin definisi cinta yang
kau maksud lebih ke ranah asmara, okey, aku setuju, life it’s not about
dating. Aku juga masih punya banyak mimpi yang ingin aku wujudkan, banyak
pekerjaan yang ingin aku selesaikan.
Tanpa
kamu pun sebenernya aku juga masih bisa hidup.
Tapi,
hidup sama kamu-pun sebenarnya pernah menjadi harapanku.
Entahlah, aku hanya berdoa semoga rasa sayangku ini segera habis. Karena aku jatuh cinta, namun cinta itu tak lagi untukku. Kau memupuknya hingga tumbuh besar, tapi tak mau menyiramnya saat sudah mekar, dia dipaksa layu padahal masih ingin berbunga.
Hai kamu yang jadi orang ketiga.. Semoga karma segera menjemputmu
BalasHapusBisa nulis kayak gini dan bisa jadi orang ketiga dalam hubungan seseorang.. Keren
HapusWah... Masak sih kak? Berarti dia pernah menjadi korban tapi sekarang dia membalaskan ke orang lain nih? Namanya apa ya?
BalasHapusHuhu... Women support women dong kak 🤭